Gajah Sumatera, tinggi, besar, dan berat mecapai 6 ton menbuat Gajah Sumatera menjadi mamalia terbesar yang ada di Indonesia.
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Proboscidea
Famili : Elephantidae
Genus : Elephas
Spesies : E. maximus
Upaspesies : E. m. sumatranus
Nama trinomial : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847
Diskripsi Fisik dan Perilaku Gajah Sumatera
Gajah sumatera merupakan hewan darat terbesar di Indonesia. Tinggi badan gajah jantan mencapai antara 1,7 – 2,6 meter dengan berat mencapai 6 ton. Telinga lebih kecil dibanding gajah afrika. Pun gadingnya pun lebih pendek. Gajah Sumatera memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4 kuku di kaki belakang.
Seekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) rata-rata memerlukan makanan hingga seberat 150 kg dan 180 liter air. Guna memenuhi kebutuhan makan tersebut, Sang Hewan Raksasa ini harus menjelajah hutan sejauh 20 km2 perhari. Daya jelajah gajah inilah yang sering kali menimbulkan konflik dengan manusia.
Hidup secara berkelompok. Dalam satu kelompok terdiri antara 3 hingga 20-an individu gajah. Kawanan gajah melakukan komunikasi dengan suara yang dihasilkan dari getaran pangkal belalainya. Suara ini bisa didengar oleh gajah lainnya hingga radius 5 km.
Layaknya spesies Elephas maximus (gajah asia) lainnya, gajah sumatera tidur dengan berdiri dan mengipas-kipaskan telinga. Mampu mendeteksi keberadaan air hingga radius 5 km. Gajah sumatera memasuki masa dewasa pada usia 10-12 tahun dan mempunyai umur rata-rata 70 tahun. Gajah betina hamil dalam siklus 4 tahunan dengan masa kehamilan selama 22 bulan. Dalam kehamilannya, gajah sumatera hanya melahirkan satu bayi gajah yang akan bersama induknya hingga berusia tiga tahun.
Ekologi Gajah Sumatera
Distribution
Sumatera: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung
Kalimantan: Kalimantan Bagian Utara
Habitat
Gajah banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat.
- Hutan rawa; Tipe hutan ini dapat berupa rawa padang rumput,
- hutan rawa primer, atau hutan rawa sekunder yang didominasi oleh Gluta renghas, Campenosperma auriculata, C.Macrophylla, Alstonia spp, dan Eugenia spp.
- Hutan rawa gambut; Jenis-jenis vegetasi pada tipe hutan ini antara lain: Gonystilus bancanus, Dyera costulata, Licuala spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., dan Eugenia spp.
- Hutan dataran rendah; Yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 0-750 m di atas permukaan air laut. Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae.
- Hutan hujan pegunungan rendah; Yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 750-1.500 m di atas permukaan air laut. Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah Altingia excelsa, Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., dan Castanopsis spp.
Perilaku
Kelompok gajah bergerak dari satu wilayah ke wilayah yang lain, dan memiliki daerah jelajah (home range) yang terdeterminasi mengikuti ketersediaan makanan tempat berlindung dan berkembang biak. Luasan daerah jelajah akan sangat bervariasi tergantung dari ketiga factor tersebut. Belum pernah ada penelitian yang komprehensif tentang luasan daerah jelajah untuk gajah sumatera dan kalimantan, namun pada sub spesies gajah asia lainnya seperti di India diketahui bahwa daerah jelajah gajah asia sangat bervariasi. Di India Selatan diketahui bahwa kelompok betina dapat memiliki daerah jelajah 600 km2 dan kelompok jantan 350 km2 (Baskaran et al. 1995). Studi lainnya yang juga dilakukan di India Selatan memperkirakan daerah jelajah gajah berkisar antara 105 – 320 km2 (Sukumar 1989). Di India Utara diketahui daerah jelajah kelompok betina antara 184 – 320 km2 dan kelompok jantan 188 – 408 km2 (Williams et al. 2001).
Untuk mengetahui kondisi habitat yang ideal bagi gajah sumatera dan kalimantan diperlukan pengetahuan tentang perilaku sosial, pola pergerakan dan kebutuhan ekologinya. Pergerakan musiman gajah adalah merupakan daerah jelajah yang rutin dan daerah jelajah suatu kelompok gajah dapat tumpang tindih dengan daerah jelajah kelompok lainnya. Untuk mengetahui kebutuhan spasial suatu kelompok gajah diperlukan informasi yang akurat tentang daerah jelajah kelompok gajah dan juga pergerakan musimannya. Gajah jantan dapat hidup secara sendiri (soliter) atau bergabung dengan jantan lainnya membentuk kelompok jantan. Kelompok jantan memiliki daerah jelajah yang tumpang tindih atau bersinggungan dengan daerah jelajah kelompok betina atau jantan lainnya.
Reproduksi
Usia aktif bereproduksi pada gajah dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, ketersediaan sumber dayapakan dan faktor ekologinya (misalnya kepadatan populasi). Gajah siap bereproduksi pada usia antara 10 -12 tahun (McKay 1973; Sukumar 1989; Ishwaran 1993). Masa kehamilan berkisar antara 18 – 23 bulan dengan rata-rata sekitar 21 bulan dan jarak antar kehamilan betina sekitar 4 tahun (Sukumar 2003). Dari data ini dapat diperkirakan apabila usia maksimal gajah betina sekitar 60 tahun, maka semasa hidupnya akan bereproduksi maksimal sekitar 7-8 kali.
Kemampuan gajah bereproduksi secar alami yang rendah dikombinasikan dengan kebutuhan akan habitat yang luas dan kompak (contiguous) membuat mereka sangat rentan terhadap kepunahan. Oleh karena itu, upaya konservasi gajah di alam selain harus memperhatikan keutuhan dan integritas habitat juga harus memperhatikan aspek dinamika populasinya.
Populasi
- 1985 -> 2.800 – 4.800 individu (Blouch dan Haryanto 1984; Blouch dan Simbolon 1985).
- 2007 -> 2.400 – 2.800 individu
- 2014 diperkirakan, populasi gajah sumatra tinggal 1.800 ekor, tersebar di Sumatra dan Kalimantan Utara.
Fungsi ekologi gajah
Gajah Sumatera memakan berbagai jenis tanaman dan biji-bijian, dan mereka akan membawa dan menyebarkan biji-bijian tersebut ke mana pun mereka pergi, sehingga berkontribusi terhadap ekosistem hutan.
Dan Gajah juga berbagi habitat hutan mereka dengan beberapa spesies lain yang terancam punah, seperti badak Sumatera, harimau, dan orangutan, dan spesies lainnya yang tak terhitung jumlahnya.
Dengan populasi gajah yang tumbuh dengan baik, akan memberikan manfaat terhadap habitat dan species lainnya.
Ancaman
Ancaman utama bagi gajah Sumatera adalah hilangnya habitat mereka akibat aktivitas penebangan hutan yang tidak berkelanjutan dan disusul akibat perburuan dan perdagangan liar. Pulau Sumatera merupakan salah satu wilayah dengan laju deforestasi hutan terparah di dunia dan populasi gajah berkurang lebih cepat dibandingkan jumlah hutannya. Penyusutan atau hilangnya habitat satwa besar ini telah memaksa mereka masuk ke kawasan berpenduduk sehingga memicu konflik manusia dan gajah, yang sering berakhir dengan kematian gajah dan manusia, kerusakan lahan kebun dan tanaman dan harta benda.
Secara umum ancaman terhadap gajah meliputi:
- Habitat Loss/Kehilangan habitat, Tingginya kerusakan hutan di Indonesia mengakibatkan hilangnya sebagian besar hutan dataran rendah yang juga merupakan habitat potensial bagi gajah.
- Fragmentasi Habitat/habitat yang terkotak-kotak, Gajah yang mengendaki habitat dan areal jelajah yang luas, fragmentasi habitat akan menyebabkan pengurangan ruang gerak dalam memenuhi kebutuhan hidup
- Degradasi Habitat/kerusakan habitat, Ancaman utama bagi habitat gajah
- Human Elephant Conflict/Konflik antara manusia dan gajah, Konflik manusia dan gajah merupakan masalah yang signifikan dan ancaman yang serius bagi konservasi gajah sumatera. Akibat konflik dengan manusia, gajah mati diracun, ditangkap dan dipindahkan ke Pusat Konservasi Gajah (PKG) yang mengakibatkan terjadinya kepunahan lokal (misalnya di provinsi Riau).
- Poaching/perburuan, Konflik gajah dan manusia, tingkat kemiskinan penduduk di sekitar habitat gajah dan permintaan pasar illegal gading gajah secara komersial menjadi pendorong utama dalam terjadinya pemburuan gading gajah secara illegal.
Pengembangan industry pulp dan kertas serta industry kelapa sawit adalah salah satu pemicu hilangnya habitat gajah di Sumatera. Pembangunan perkebunan sawit mendorong terjadinya konflik manusia-satwa yang semakin hari kian memuncak. Pohon-pohon sawit muda adalah makanan kesukaan gajah dan kerusakan yang ditimbulkan gajah ini dapat menyebabkan terjadinya pembunuhan (umumnya dengan peracunan) dan penangkapan. Ratusan gajah mati atau sebagai akibat berbagai penangkapan satwa besar yang sering dianggap ‘hama’ ini.
Melindungi kawasan hutan yang tersisa merupakan hal yang sangat penting agar kelangsungan hidup populasi gajah Sumatera dapat terus berlanjut. Koridor-koridor satwa liar dalam kawasan hutan harus dipertahankan atau diciptakan kembali sehingga dapat menyediakan wilayah yang aman bagi gajah untuk memperoleh sumber-sumber makanan baru dan berkembang biak.
Ancaman selanjutnya adalah pembunuhan terhadap gajah. Pembunuhan terhadap gajah didasari oleh perburuan gading dan konflik lahan antara gajah dan manusia. Berita tentang perseteruan antara manusia dan gajah yang berlanjut pada kematian gajah, baik langsung maupun diracun, dengan mudah kita temukan dalam berita-berita di beberapa tahun terakhir ini.
Akibat ancaman yang tinggi terhadap kelestarian satwa darat terbesar di Indonesia ini, IUCN Red List, menetapkan status konservasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) sebagai Critically Endangered atau Kritis. Pun CITES, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (konvensi perdagangan internasional untuk spesies-spesies flora dan satwa liar), memasukkannya dalam Apendix I.
Status Perlindungan
Indonesian Status
- Ordunansi Perlindungan Binatang Liar tahun 1931
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Tentang : Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetaan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
International Status
- IUCN/The World Conservation Union -> Critical Endangered
- CITES (Convention on International Trade of Endangered Fauna and Flora) -> Appendix I
Strategi Konservasi Gajah Sumatera
In Situ Conservation
- Melakukan konservasi dan penyelamatan gajah di dalam kawasan hutan alam yang telah dilindungi.
Ex Situ Conservation
- Konservasi dan penyelamatan gajah di luar kawasan lindung dengan cara captive. Pengelolaan gajah secara captive di Indonesia sepenuhnya diatur oleh pemerintah. Namun demikian pemerintah juga melakukan kerjasama dengan lembaga konservasi dari dalam dan luar negeri untuk memperbaiki manajemen yang sudah ada.
Apa yang dapat kamu lakukan untuk menyelamatkan gajah?
- Melakukan langkah Gaya Hidup Hijau/Green Life Style
- Mengambil bagian dalam aksi penyelamatan gajah, seperti:
- Be WWF Elephant Warrior
- Sahabat Gajah
- Save Elephant Habitat -> Newtrees, MyBabyTree